Dalam dunia pekerisan di Pulau Jawa, tangguh digunakan untuk membahas tentang pembuatan dan pembuatan. Jadi jika seorang bilang itu sebilah keris tangguh Majapahit, itu berarti itu keris itu diperkiraan buatan zaman Kerajaan Majapahit.
Definisi lain tangguh adalah gaya kedaerahan atau zaman dibuatnya sebilah keris atau tombak yang dijabarkan dari pasikutannya, lihat jenis besinya, pamor dan bajanya. Yang sebaliknya pasikutan adalah kesan selintas atas gaya garapan sebuah keris. Misalnya, keris tangguh Majapahit dapat diartikan; (1) dibuat dengan gaya (model) Majapahit, (2) dibuat oleh empu dari Majapahit.
Penyebutan nama tangguh keris dengan istilah kabur yaitu penyebutan tangguh keris dikarenakan dalam budaya keris juga dikenal adanya kebiasaan mutrani atau pembuatan duplikat. Khusus untuk keris-keris putran (duplikat), penyebutan nama tangguh menjadi kacau, maka khusus untuk keris-keris yang jadi lalu disebut yasan, ucapan buatan. Misalnya keris A adalah duplikat keris B. Keris A buatan Surakarta, sedangkan keris B tangguh Tuban, maka keris A disebut tangguh Tuban yasan surakarta.
Tangguh keris yang dikenal masyarakat perkerisan di Pulau Jawa antaranya:
Keris Tangguh Jenggala
Nama Jenggala diambil dari kerajaan yang didirikan oleh Ken Arok sebelum berdirinya kerajaan Singasari. Keris ini dipercaya sebagai keris dengan kualitas terbaik.
Oleh karena itu, keris tangguh jenggala menduduki peringkat tertinggi dari jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena penggunaan jenis besi yang berkualitas bagus dengan penempaan yang maksimal. Keris tangguh jenggala memiliki ciri ciri,
- Pasikutannya luwes
- Ukurannya besar diatas rata-rata
- Besi yang kuat
- Berwarna hitam kelam
- Pamor yang halus, tipis, melekat kuat, dan seperti terang menyala.
- Bagian sor-soran yang bulat dan tebal
Keris Tangguh Tuban
Keris ini bisa dikatakan keris tangguh tua yang masih bisa dijumpai dan di dapatkan di era sekarang. Keris tangguh tuban diperkirakan dibuat pada zaman kerajaan Majapahit akhir. Ciri ciri nya yaitu
Umumnya dihapur lurus atau tanpa lekukan. Selain itu, keris ini juga kebanyakan dihapur ‘Tilam Upah’ atau ‘Kebo Lajer’.
Bentuk keris Tuban sangat unik dibandingkan dengan yang lainnya. Bilahnya besar dan tipis atau pipih dengan tempaan yang matang. Maka dari itu, keris ini terbilang ringan dan akan berbunyi dentingan bila disentil jari.
Pamor atau warna besi dari keris ini terdiri dari tiga warna; hitam, putih keruh, dan putih mengkilat.
Beberapa pamor pada keris tangguh Tuban yaitu pamor melati, pamor ndeling, pamor wos wutah, dsb.
Keris Tangguh Singasari
Sesuai dengan namanya, keris ini sangat melekat hubungannya dengan kerajaan Singasari. Keris Singasari tergolong sepuh sebab keris ini diperkirakan dibuat pada 13M dengan ciri-ciri sebagai berikut
- Teknik tempa dari besi yang digunakan yaitu dengan spasi, lebar, dan kasar
- Gandiknya agak tinggi dan tidak terlalu miring
- Pasikutannya tergolong kaku
- Sirah cecak berbentuk lonjong memanjang
- Bilahnya berukuran agak panjang dan ujungnya tergolong tumpul
- warna besi yaitu abu-abu kehitaman
- Pamor lumer dan pandes
- Dhapur yang digunakan seperti betok, carubuk, dll.
- Ujung ganja (hiasan bagian bawah bilah keris) biasanya menyudut.
Keris Tangguh Padjajaran
Namanya diambil dari nama kerajaan yang pernah berdiri di Jawa Barat dari abad ke 11 hingga 16 masehi. Kerajaan ini pada akhirnya musnah karena diserang oleh kesultanan Banten. Keris tangguh padjajaran biasanya berciri-ciri
- Pasikutannya kaku dan kasar
- Besi yang digunakan keputih-putihan
- Posisi pamor pada bilah keris termasuk kokoh dan halus
- Bilah tergolong panjang dengan ukuran kurang lebih 30 cm
- Gandiknya miring dan panjang
- Sirah cecaknya sama seperti tangguh singasari, lonjong memanjang
- Dhapur yang dipakai seperti Tilam Upih dan Sujen Ampel
- Panjang keris umumnya kurang lebih 40 cm
Keris Tangguh Majapahit
Berdasarkan pakem jawa, keris tangguh majapahit berkisar antara tahun 1294-1474. Keunggulan dari keris ini terletak pada bagian tempanya, yaitu proses penempaan hingga berkali-kali. Oleh karena itu, banyak orang menyebut bahwa keris majapahit tidak mudah berkarat. Berikut adalah ciri khas keris tangguh majapahit
- Bilahnya kecil dan ramping
- Sirah cecaknya pendek dan runcing
- Besi yang dipakai tergolong berat dan berwarna hitam agak biru atau ungu
- Pasikutannya wingit
- Pamor ngrambut beserat namun nyeprit (sedikit)
- Biasanya terdapat lubang cacing atau unthuk cacing
- Lekukannnya tidak begitu padat
- Tantingannya tergolong ringan karena ukuran bilahnya yang ramping
Keris Tangguh Pengging
Keris ini diperkirakan ada pada zaman kerajaan Pengging Wiradaya, dengan empunya yang terkenal diantaranya Mpu Gandawisesa, Mpu Gandawijaya, dan Mpu Wareng.
Kerajaan Pengging berdiri di Jawa Tengah dari tahun 1475 hingga 1479. Itulah sebabnya daerah pengging merupakan daerah yang cukup dikenal dan menjadi salah satu nama tangguh di dunia perkerisan jawa. Ciri ciri keris tangguh pengging diantaranya
- pasikutannya sedang dan ramping, sehingga cukup ringan untuk dibawa-bawa
- luk keris atau lekukannya rengkol sekali atau cukup bergelombang
- Besinya berwarna hitam
- pamornya lumer dan pandes
- gulu melednya panjang.
- bilannya kecil dan panjang
- ujungnya tergolong runcing
Selain itu ada yang berasumsi bahwa keris ini dibuat pada era transisi dari Segaluh ke Pengging sebab pada bagian ganja nya ada unsur Segaluh.
Keris Tangguh Blambangan
Blambangan merupakan nama semenanjung di Banyuwangi, Jawa Timur. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa tangguh blambangan mendapat pengaruh unsur-unsur dari tangguh majapahit.
Berdasarkan sejarah, keris blambangan juga mendapat pengaruh dari Mataram, Madura, dan Bali. Oleh karena itu, ciri umum keris blambangan yaitu
- Luknya tidak begitu rengkol atau rengkol sedang
- Ganja nya sebit rontal
- Gandiknya agak miring atau ndoyong
- Bilahnya gilik (pengaruh majapahit)
- Sogokan nya pendek, lurus dan dangkal (pengaruh mataram, Madura)
- Pamornya miring dan luwes (pengaruh majapahit)
Empu-empu yang membuat keris Blambangan diantaranya empu supagati, Empu tembarok, dan empu mendung.
Keris Tangguh Sedayu
Keris ini dibuat oleh Empu Pangeran Sedayu. Menurut kebanyakan pecinta keris, keris ini merupakan keris yang sempurna karena besi yang digunakan adalah jenis besi pilihan dan matang. Penampilan keris sedayu berkarakter anggun, berwibawa, dan wingit. Ciri-ciri keris sedayu diantaranya
- Menggunakan ganja wuwung atau datar
- Gulu meled yang berukuran sedang
- Buntut cecaknya berbentuk buntut urang
- Lekukan kerisnya tergolong rengkol
- Letak bilah pada ganja agak tunduk
- Sogokannya menyerupai paruh burung karena agak runcing di ujung
- Besinya hitam kebiruan dan berkesan basah
- Besinya tahan karat dan matang tempaan
- Pamornya lumer pandes
Keris Tangguh Kediri
Keris tangguh Kediri mendapat sedikit pengaruh dari keris jenggala. Hal ini disebabkan adanya peperangan diantara keduanya, perang Kediri dan Jenggala. Ciri-ciri dari keris ini yaitu
- Tempaan besi dengan spasi rapat
- Pasikutan yang kaku dan wingit
- Sor-soran yang gemuk
- Ganja tinggi dan bagian bawahnya tapak, hampir mirip dengan bentuk keris tangguh jenggala.
- Besi yang digunakan berwarna abu-abu kehitaman
- Pamornya lumer pandes dan suram.
- Apabila disentil akan berbunyi dentingan karena tempaan besi yang matang
- Gandiknya agak condong atau miring
- Lekukan keris yang terkesan lurus tanpa rengkol
Keris Tangguh Demak
Keris Tangguh Demak diperkirakan sudah ada pada abad ke 15. Keris pada masa ini hanya sebagai atribut pakaian yang dipakai para wali untuk menyebarkan agama islam.
Oleh karena itu, pada masa ini keris lebih dipandang sebagai suatu unsur budaya di pulau jawa. Empu pada masa kerajaan Demak yaitu empu purwasari, empu purwatanu, dan empu subur. Ciri-ciri keris tangguh demak diantaranya
- Motif pamor yang digunakan yaitu Beras Utah dan Wiji Timun
- Ganjanya rata
- Gulu meled dan sirah cecak yang kecil dan menguncup
- Besi yang dipakai berwarna hitam kebiruan
- Bilah agak membungkuk dan berukuran sedang
- Pasikutannya wingit
- Sogokan yang terbilang panjang
- Gandiknya sedang dan tegak lurus
Keris Tangguh Sendang
Sebenarnya, keris sendang terpengaruh unsur-unsur dari keris tangguh sedayu yang mana pembuat keris pada masa itu adalah empu pangeran sedayu. Ciri dari keris tangguh sendang yaitu besi yang digunakan berwarna hitam dan berkesan basah. Pamor nya pun kurang padat, seolah mengambang.
Bilah keris sendang agak pendek, rammping, dan kecil. Selain itu, proses tempaan besi untuk keris sendang terbilang matang sehingga memiliki kualitas yang cukup bagus.
Lekukan keris sendang terbilang rengkol. Ciri lain yang menonjol dan mirip dengan keris sedayu ialah menggunakan ganja wuwung atau datar dan gulu meled nya yang berukuran sedang. Meskipun demikian, banyak pecinta keris mengatakan bahwa pasikutannya kurang harmonis dan serasi.
Keris Tangguh Pajang
Keris-keris Pajang pada umumnya terlihat gagah dengan bilah yang panjang. Keris Pajang memiliki ukuran kurang lebih 40 cm. Keris ini nampak gagah, bhirawa, dan sangar mungkin karena latar belakang orang-orang pajang yang berani dan kuat. Ganja keris pajang terbilang tipis dan nyebit rontal.
Bilahnya tergolong tipis dan lebar, sehingga sogokannya pun juga lebar. Selain itu, lekukan keris pajang tidak begitu rengkol namun kembang kacang nggelung wayang. Pamornya pun lebar dan pandes. Tak lupa, sirah cecak dari keris ini yaitu lancip. Itulah sedikit ciri khas dari keris pajang yang nampak berbeda dari jenis keris lainnya.
Keris Tangguh Mataram
Pada umumnya, keris mataram terbagi menjadi tiga dengan ciri khas masing-masing. Tiga macam keris tangguh mataram yaitu keris mataram Senopaten, keris mataram Sultan Agung, dan keris mataram Amangkuratan. Perbedaan ciri khas yang pertama dilihat dari pasikutannya.
Pasikutan keris mataram senopati yaitu prigel dan sereg, mataram sultan agung yaitu serasi dan enak dilihat, sedangkan mataram amangkuratan yaitu galak.
Kedua, dilihat dari besinya, keris mataram senopati memakai hitam kebiruan, sedangkan keris mataram sultan agung dan amangkuratan besinya mentah, tidak begitu baik dalam proses tempaan. Ketiga, pamor dari mataram senopaten yaitu pandes lan ngrawat, mataram sultan agung yaitu mubyar, sedangkan pamor dari mataram amangkuratan yaitu tangguh.
Keris Tangguh Bali
Seni menempa keris telah ada di Bali sejak 1343, yaitu ketika Bali ditaklukan oleh kerajaan Majapahit. Ukuran keris Bali relative lebih besar dari keris jawa lainnya. Selain itu, hiasan pada keris juga lebih artistic sebab dicampur dengan ornament khas Bali.
Bilah keris Bali memiliki ukuran panjang kurang lebih 40 hingga 45 cm.
Pamor keris Bali tergolong besar dan halus. Nama pamor yang digunakan pun juga tidak jauh berbeda dengan di jawa seperti Wos Wutah, Sungsun Buron, Tunggul Kukus, dan yang lainnya.
Selain itu, kesan besi yang digunakan yaitu berkilau atau mengkilat. Terleboh lagi, keris di Bali lebih terlihat wingit karena biasanya juga digunakan untuk upacara adat.
Keris Tangguh Madura Tua
Keris Madura tua merupakan salah satu jenis dari keris tangguh Madura selain keris Madura muda. Keris Madura tua mendapat pengaruh dari keris tangguh Majapahit.
Pada umumnya ganja keris Madura tua lebih pendek dari keris jawa lainnya. Ganja keris Madura tua juga bisa disebut sebit ron tal dengan sirah cecak yang pendek pula. Selain itu, besi yang digunakan berwarna hitam pucat dan terkesan kering.
Pasikutan dari keris ini bisa dibilang seimbang dan harmonis sehingga terlihat menyenangkan. Uniknya, panjang bilah dari keris Madura tua tidak bisa ditentukan, maksudnya yaitu terkadang bilahnya panjang, terkadang sedang, dan bisa juga pendek. Pamor dari keris ini yaitu nyekrak dan kasar.
Tangguh Madiun ( Abad 16 )
Dan yang terakhir dari artikel ini adalah tangguh madiun yang diciptakan pada abad 16an. Berbeda dengan jenis tangguh-tangguh sebelumnya yang hampir memiliki pasikutan yang dhemes dan wingit, pada tangguh ini pasikutannya kemba. Memiliki warna besi yang kehitam-hitaman.
Dan juga besinya terlihat nampak terlihat basah padahal saat diraba terasa kering, memiliki jumlah pamor yang sedikit maka dari itu berbeda dengan pamor keris lain yang nampak lebih banyak dan enak saat dilihat, atau dapat dikatakan lumer dan pendes. Bilah dari keris ini sangatlah tebal dibandingkan yang laiinnya. Biasanya bilah berukuran pendek namun kadang juga ada yang berukuran panjang atau sedang. Konturnya seperti agak mbembeng.
Tangguh Koripan (Abad 16)
Koripan merupakan sebutan untuk nama desa, yaitu desa kranggan yang berada di Klaten, Jawa Tengah. Koripan juga merupakan salah satu jenis tangguh keris. tak heran jika desa kranggan juga kental akan budaya keris. Tangguh Koripan memiliki pasikutan yang kemba.
Besi yang digunakan berwarna kehitaman dan juga kering atau disebut garingsing. Pamor tangguh koripan agak samar-samar tetapi adeg, jenis pamornya yaitu pamor sanak dan terkadang mubyar. Lekukan keris ini tidak merata, semakin ke ujung lekukannya semakin rapat. Selain itu, Ganja tangguh korrgoipan tidak begitu tinggi dan ramping. Ukuran panjang bilahnya berkisar 25 hingga 30 cm sehingga keris ini tergolong sedang.
Tangguh Mataram
Panembahan Senapati (1582-1601)
Panembahan Senapati atau Raden Danang Sutowijoyo merupakan salah satu pemimpin kerjaan mataram yang terkenal akan kesaktiannya. Pasikutan keris mataram senopati yaitu prigel dan sereg. Besi yang digunakan berwarna hitam agak kebiruan. Untuk pamor, keris senopati memiliki pamor yang pandes dan ngrawat.
Ukuran keris senopati lumayan panjang sekitar 40 Jalak Sangu Tumpengm, ukuran bilahnya tergolong ramping dengan panjang kurang leeboh 34 cm. Tangguh senopati termasuk keris yang lurus dengan luk sedikit. Salah satu dhapur yang digunakan yaitu. Keris senopati merupakan keris yang unik sebab berbeda dari yang lainnya, jarang memiliki lekukan. Oleh karena itu, dengan ukuran bilah yang ramping keris ini lumayan ringan untuk dibawa-bawa
Tangguh Panembahan Seda Krapyak – Mas Jolang (1601-1613)
Panembahan Seda Krapyak merupakan sebutan atau gelar bagi panembahan Hanyakrawati. Panembahan Hanyakrawati juga termasuk dalam tokoh penting dalam kerajaan mataram. Oleh karena itu, namanya pun juga dipakai sebagai nama keris, yaitu tangguh panembahan Seda Krapyak. Ciri-cirinya yaitu ukuran bilahnya sedang, besi yang digunakan berwarna hitam keabu-abuan, luknya lurus.
Selain itu ukuran bilahnya tergolong sedang sekitar 30-an cm. pasikutannya kaku dengan sirah cecak tidak begitu lancip. Dhapur yang digunakan seperti tilam upih dan pamor yang dipakai seperti wos wutah. Keris ini mendapat pengaruh dari ciri-ciri keris tangguh mataram sehingga bentuknya pun juga hampir mirip dengan keris mataram lainnya.
Sultan Agung – R.M Rangsang (1613-1645)
Keris tangguh ini tentunya mengambil nama dari raja kerajaan mataram yang terkenal yaitu Sultan Agung atau disebut juga Raden Mas Rangsang. Pasikutan keris tangguh sultan agung yaitu serasi dan harmonis sehingga enak dipandang. Pamor keris ini mubyar. Besi yang digunakan masih mentah karena proses tempa yang kurang maksimal. Pamor yang digunakan biasanya beras wutah.
Ganjanya yaitu wulung dengan bentuk bilang cembung. Luk kerisnya tergolong rengkol dengan beberapa pengaruh ciri khas mataram. Sirah cecaknya lancip dengan ukuran keris yang ramping. Karena proses tempa yang kurang matang, keris ini kurang menghasilkan bunyi dentingan saat disentil jari. Keris ini berukuran sekitar 35-40 cm.
Amangkurat I – Seda Tegal Arum (1645-1677)
Tangguh amangkurat I termasuk dalam tangguh keris mataram amangkuratan yang memiliki ciri-ciri hampir sama dengan keris sebelumnya yaitu sultan agung. Kesamaan dari tangguh amangkurat dan sultan agung yaitu besi yang digunakan tidak matang karena proses tempa yang kurang maksimal.
Pasikutannya galak dan pamornya tangguh atau keras. Pamor yang digunakan biasanya kulit semangka kebak dan dhapurnya yaitu panji anom. Selain itu, keris amangkurat I terbilang panjang dengan ukuran bilah kurang lebih 38 cm. luk nya kebanyakan lurus dengan warna besi hitam keabu-abuan. Sirah cecaknya Nampak lancip namun tidak begitu lancip pada ujungnya. Ganja nya tergolong kecil dengan ukuran kurang lebih 15-20 cm.
Amangkurat II (1677-1703)
Keris ini mendapat pengaruh dari mataram pada masa kekuasaan Amangkurat II. Oleh karena itu, keris ini tidak jauh berbeda dari keris Amangkurat I. pasikutannya galak dan kurang serasi. Pamornya tangguh dan memikat. Pamor yang digunakan seperti mlinjon, beras wutah, dsb. Dhapurnya biasanya jalak tilam sari dan panji anom. Keris ini juga tidak memiliki lekukan sehingga modelnya lurus namun ujung sirah cecaknya lancip.
Besi yang digunakan pun sepertinya campuran antara hitam keabu-abuan dan putih mengkilat. Panjang bilah dan ganja keris diperkirakan 35 cm dan panjang keseluruhan 40 cm. keris ini tergolong keris sepuh yang diyakini kesaktian dan keampuhannya.
Amangkurat III- Sunan Mas Djolang (1703-1705)
Tangguh ini pun secara umum juga mewakili cici-ciri keris mataram amangkuratan atau tangguh kartasura. Empu yang terkenal pada masa ini diantaranya empu lujuguna dan empu brajaguna. Pasikutannya sama seperti amangkurat I dan II, yaitu galak atau polanya tidak baik. Besi yang digunakan mentah dengan warna hitam dan keputih-putihan. Selain itu, pori-pori besinya kasar.
Pamor tangguh amangkurat III kemambang dan agak keruh. Jenis pamor seperti beras wutah dan dhapur sabuk inten juga dipakai. Ukuran bilah panjang namun ramping. Sirah cecaknya tidak begitu lancip. Keris ini juga memiliki luk tergantung dari kodenya juga. Menurut orang-orang dunia perkerisan, keris ini memiliki sifat yang tangguh dan tegas sehingga cocok untuk dimiliki bagi orang yang berjiwa pemimpin.
Amangkurat IV – Sunan Prabu (1719-1725)
Keris amangkuratan merupakan jenis keris yang sudah jarang dijumpai di dunia perkerisan. Keris tangguh amangkurat ini memiliki ciri-ciri yang juga pada umumnya sama dilihat dari pasikutan dan besi. Pasikutannya yaitu galak atau pola garapannya agal, namun terlihat birawa. Ricikan-ricikan bilahnya pun apik dengan lekukan pada gandik yang terlihat rapid an menarik. Selain itu, kembang kacangnya juga nggelung wayang dengan lambe gajahnya yang runcing.
Sogokan keris ini tergolong panjang dan lurus. Pamornya sumebar atau tersebar merata pada bilah. Besi yang digunakan halus meskipun kurang matang dalam proses tempa. Oleh karena itu, besinya mentah dan berwarna agak kehitaman. Dilihat dari aspek luk, keris amangkuratan terdiri dari lurus dan lekukan rengkol yang bergantung pada kode kerisnya.
Pakubuwono I – Sunan Puger (1705-1719)
Tangguh Pakubuwono merupakan jenis keris bergaya Surakarta yang memiliki tampilan gagah. Keris tangguh ini juga memiliki ukuran yang lebih panjang disbanding tangguh lainnya, yaitu kurang lebih 38 cm. bilahnya berbentuk seperti daun singking dengan ukuran relatif lebar. Selain itu, tangguh pakubuwono I memiliki gulu meled yang sedang, ganjanya melengkung, dan sirah cecaknya yang lancip meruncing.
Pamornya mubyar, agak rumit, dan lembut. Pamor yang banyak dijumpai pada keris tangguh ini seperti wos wutah, pandaringan kebak, lar gangsir, dsb. Dhapurnya juga beragam seperti naga, sengkelat, dan parungsari. Terlebih lagi, keris pakubuwono I memiliki gandik yang tidak terlalu miring dengan lekukan keris yang tidak terlalu rengkol.
Pakubuwono II (1725-1749)
Tangguh keris di masa pakubuwono II tidak memiliki perbedaan yang jauh dari tangguh sebelumnya. Keris ini juga tergolong jenis keris bergaya Surakarta. Oleh karena itu, dari segi ukuran, keris ini cukup panjang. Tangguh pakubuwono II dibuat pada abad 18 oleh beberapa empu seperti empu Brajaguna dan Tirtadangsa.
Secara umum, ciri lainnya hampir sama dengan tangguh pakubuwono I seperti ujung keris yang meruncing, gulu meled sedang, ganja melengkung, pamor dan dhapur yang bermacam-macam, besi yang berwarna hitam dan putih mengkilat, dan model bilah yang kebanyakan lurus dan jarang memiliki luk. Ciri lainnya yaitu adanya tanda plus (+) pada pesi dan adanya besi didalam bilah keris.
Tangguh Cirebon
Tangguh Cirebon merepresentasikan kerajaan Cirebon yang pernah berdiri pada abad 16 di Indonesia. Ciri-ciri keris ini bisa dilihat dari pasikutan, pamor, besi yang digunakan. Pasikutan tangguh Cirebon yaitu wingit, pamornya yaitu mengambang, dan besi yang digunakan berwarna hitam agak coklat dan kering. Dilihat dari ukurannya, bilah tangguh Cirebon tergolong sedang dan tipis. Maka dari itu, keris Cirebon mudah untuk dibawa-bawa.
Ganja dari keris ini juga tipis dengan sirah cecak yang pendek dan ujungnya tidak begitu lancip. Pamor pada keris Cirebon lebih beragam diantaranya sanak, kelengan, kulit semangka, adeg, dan sebagainya. Kebanyakan keris Cirebon mempunyai gaya rangka Surakarta dan Yogyakarta. Panjang keris Cirebon berkisar antara 41 hingga 50 cm dengan bentuk bilah lurus atau lekukan bergantung pada jenis kodenya.
Tangguh Surakarta
Paku Buwono III (1749-1788)
Paku buwono III (1749-1788) memimpin kerajaan surakarta setalah ayahanda pakubuwono II meninggal pada tahun 1749, pada masa itu pakubowono masih berumur muda karena lahir pada tahun 1732. Tetapi meskipun begitu raja pakubuwono III ini memiliki karisma yang sangat tangguh hingga menjadikan dirinya mampu memimpin dan menjadikan kerajaan surakarta dan rakyatnya nya makmur dan semakin berkemajuan.
Perkembangan pada masa itu memang masih terisolir oleh aktifitas dari para orang asing yang masih dengan berbagai cara dalam mencari keuntungan dari alam yang dimiliki indonesia ini. Tetapi tetap sejak dahulu kala para pemimpin kerajaan yang ada di indonesia ini selalu memperjuangkan negara kesatuan hingga merdeka di kemudian hari pada masa itu.
Paku Buwono IV (1788-1820)
Paku buwono IV (1788-1820) menggantikan pakubuwono III dan tergolong sebagai raja muda nan tampan. Pada masa-masa ini termasuk masa-masa tersulit bagi indonesia karena semakin terpecah belah dari berbagai sudut baik itu sektor pertanian, harta dan wilayah. Perpecahan ini menimbulkan konflik untuk sama-sama menjatuhkan antara kerajaan surakarta dan yogyakarta.
Keinginan untuk mempersatukan diri kembali muncul dari raja pakubuwono IV yang menginginkan kerjaan mataram akan kembali berjaya menjadi sebuah kerajaan yang disegani oleh semua kalangan. Tetapi memanglah hal ini sangat sulit untuk dilakukan karena mengingat saat itu sedang terjadi perebuatan negara indonesia ini oleh belanda dan inggris sehingga masa yang benar-benar sulit.
Paku Buwono V (1820-1823)
Paku buwono V (1820-1823) yang nama aslinya ialah raden mas sugandi telah memimpin kerajaan surakarta dengan upaya yang penuh dengan perjuangan. Raja pakubuwono V ini memanglah sangat berbeda dengan para pendahulunya. Raja ini memiliki keunikan tersendiri yaitu mampu membuat sebuah pusaka berupa keris dan memiliki gelar sinuhun ngabehi yang artinya kaya harta dan kaya kesaktian.
Memanglah pada masa itu seorang pemimpin sebuah kerajaan memiliki banyak sekali karomah yang diberikan dari tuhan hingga mampu mengendalikan wilayahnya dari gangguan orang yang memiliki niat jahat. Pada masa ini perpecahan dan permusuhan antara kerajaan yogyakarta tidaklah seperti pakubuwono IV tetapi namun demikian tetaplah masih dalam perjuangan memperjuangkan kedaulatan rakyat indonesia.
Paku Buwono VI (1823-1830)
Paku buwono VI (1823-1830) termasuk sebagai salah satu pahlawan nasional karean kegigihannya memperjuangkan tanah surakarta dari gangguan belanda pada masa itu. raja dengan nama asli raden mas sapardan ini memiliki jiwa patriotisme terbukti melakukan kerjasama dengan pengeran diponegoro dalam membebaskan dan menghancurkan dari penjajahan belanda.
Raja paku buwono VI ini dijuluki sebagai sinuhun bangun tapa karena sering melakukan penyendirian diri dalam sebuah tempat yang padahal saat itu ingin terbebas dari pengintaian belanda. Dalam proses penyendirian ini digunakan oleh raja pakubuwono untuk berdiskusi dengan pangeran diponegoro yang pada masa itu saling bermusuhan dihadapan belanda. Namun pada masa perjuangannya harus berakhir dengan terbunuhnya raja pakubuwono VI ini ditangan belanda dengan bekas tembakan di dahi dari raja yang bijaksana ini yaitu raja pakubuwono VI.
Paku Buwono VII (1830-1858)
Paku buwono VII (1830-1858) menggantikan ayahnya pakubuwono VI dengan nama asli yaitu raden mas malikis solikhin, pada masa kepemimpinannya ini tergolong ke era kejayaan dan keemasan dari sebuah peradaban sebuah kerajaan hingga mampu mengatur dan mengelola pemerintahan surakarta pada masa itu.
Setelah ayahnya beserta pangeran diponegoro berjuang dalam mengalahkan dan mengusir penjajahan hingga setalah berhasil menjadikan suasana setelahnya pun damai dan aman dari gangguan belanda. Inilah masa-masa dimana pemerintahan kerajaan surakarta mulai berkembang dan mencapai puncak dari kejayaan ilmu dan ekonomi masyarakat. Dari masa ini kemudian muncullah berbagai terobosan dan cara terbaru yang menjadikan hidup rakyat pun terjamin dan terkelola dengan baik.
Paku Buwono VIII (1858-1861)
Paku buwono VIII (1858-1861) merupakan anak dari pakubuwono IV yang bernama asli raden mas kusen. Raja ini lahir tahun 20 april 1789 dan termasuk sebagai seorang raja dengan usia lanjut karena menggantikan keponakannya yaitu pakubuwono VII yang telah wafat sebulan sebelumnya.
Raja pakubuwono VIII ini termasuk satu-satu raja yang hanya memiliki satu istri dan sangat berbeda sekali dengan pendahulunya yang sangat gemar memiliki pendamping hidup. Namun demikian dari sisi positif nya para raja mengutamakan kemakmuran dari rakyatnya. Kita ketahui jika pada masa-masa ini masih tergolong aman karena memang belanda mengetahui tentang kekuatan dari kerajaan surakarta yang masih kuat dan tidak terkalahkan.
Paku Buwono IX (1861-1893)
Paku buwono IX (1861-1893) lahir di surakarta, 22 desember 1830 dan pada masa kehidupannya ini memiliki masa – masa keemasan dari sebuah kerajaan surakarta yang tidak terjadi perpecahan antara surakarta dan yogyakarta yang semakin kesini semakin memperkuat kekuatan dari setiap kerajaan untuk menjadikan negara ini makmur dan tidak terjajah.
Pakubuwono IX ini memiliki konsep jika sebuah kerjasama yang kuat antara ras sejenis karena pada saat itu melihat semakin menggeliatnya orang belanda sehingg menimbulkan kekhawatiran bagi para raja sehingga muncullah ide untuk bersatu melawan penjajahan belanda agar tidak kembali lagi ke tanah jawa yang subur dan asri ini dengan berbagai sumber daya alamnya.
Paku Buwono X (1893-1939)
Paku buwono X (1893-1939) lahir pada 29 november 1866 dengan nama asli ialah raden mas sayiddin malikul kusna. Pada masa ini mulai muncul pergerakan dan fitnah yang ditujukan kepada para pemuka kekuasaan kerajaan kasunanan surakarta hingga menjadikan goncangan pada kerajaan.
Kita ketahui pada masa ini termasuk masa kritis negara indonesi antara persiapan kemerdekaan dengan pengusahaan mengembalikan dan memerdekakan negara indonesia. Bisa dibilang jika kerajaan pada masa pakubuwono X ini yang paling berat dibandingkan dengan raja sebelumnya yang masih harmonis. Namun demikian memang sejak kelahiran dari pakubuwono X ini telah di sangkakan jika kelak akan membawa sebuah masa yang sangat amat sulit tetapi bersama membangun dan berjuang dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan belanda.
Paku Buwono XI (1939-1944)
Paku buwono XI (1939-1944) dengan nama asli ialah raden mas antasena yang pada masa kekuasaan nya ialah tahun 1939-1944 menjelang kemerdekaan indonesia. Pada masa-masa ini bila digambarkan dengan lukisan pastilah akan sangat mengerikan karena pada masa in tidak hanya berperang terhadap sekutu belanda tetapi juga berperang dengan internal kerajaan kasunanan surakarta itu sendiri karena mulai muncul perpecahanan antara putra mahkota yang saling memiliki dan saling menguasai antara satu dengan lainnya.
Pada masa ini fitnah amat sangat cepat terjadi sehingga ketidak mampuan untuk mengendalikan diri menjadikan awal mula kemunculan perpecahan akan sebuah kekuasaan dari kerajaan kasunanan surakarta hingga saat ini terjadi.
Paku Buwono XII (1944-Sekarang)
Paku buwono XII (1944-sekarang) merupakan sebuah raja dengan lama kekuasaan terlama pada kerajaan kasunanan surakarta yaitu telah memimpin kerajaan selama 59 tahun. Pada masa kerajaan ini telah mengalami perubahan pemikiran dan konsep penataan kerajaan karena telah tunduk dan ikut akan sebuah pemerintahan dengan presiden soekarno pada masa itu. buah dari perjuangan membela kemerdekaan masih sangat kental terasa. Tetapi meskipun demikian perpecahan di kerajaan surakarta bertambah dan makin jadi sehingga menjadikan pada masa itu menurunkan kesolidan dari kerajaan surakarta.
Paku buwono XII dengan nama asli raden mas surya guritna memiliki masa-masa antara kedamaian sebagai seorang pemimpin kerajaan dalam sebuah negara dan juga mengemban perpecahan yang akan menjadikan kerajaan ini runtuh pada masa selanjutnya karena telah terjadi antara putra mahkota yang saling memperebutkan kekuasaan dan hal ini pun terjadi di kerajaan yogyakarta.
Tangguh Jogjakarta
Hamengku Buwono I – P. Mangkubumi ( 1755 – 1792 )
Tangguh keris yogyakarta memiliki ciri khas tersendiri, seperti kita ketahui keraton yogyakarta sangat dikenal baik di nusantara bahkan hingga manca negara. Ciri khas keris di keraton yogyakarta semuanya hampir sama mulai dari hamengkubuwono 1 – hingga sekarang. Kerisnya mirip dengan peninggalan kerajaan majapahit mempunyai pasikutan yang wingit dan prigel, besi keris ini lumer sehingga saat diraba terasa lebut dan juga terlihat kering.
Memiliki warna agak kebiruan, rata-rata memiliki panjang bilah yang sedang. Ukuran bilahnya semakin keatas semakin lancip atau ramping. Salah satu keris yang terkenal birawa, gutuk api, gajah manglar dan kangjeng kyai, keris ini masih dapat disaksikan dikraton yogyakarta yang masih tersimpan eapi dan terawat.
Hamengku Buwono II – Sultan Sepuh ( 1792 – 1810 )
Pada jaman sultan hameng kubuwono II juga memiliki beberapa keris atau pusaka, salah satu keris yang menjadi pusakanya adalah harja mulya, kangjeng kyai. Hingga saat ini keris ini masih tersimpan di keraton jogjakarta, dan mempunyai beberapa ciri khas diantaranya memiliki dapur yang cengkrong, warangkanya terbuat dari jenis kayu timoho, dan yang menjadi nilai termahalnya adalah pondok blewahannya yang terbuat dari logam mulia yaitu emas dan memiliki ukuran dengan bahan baku gading.
Sejarah keris ini pemberian dari kangjeng gubermen keteka itu posisi sultan hameng kubuwono masih menjadi tawanan di penang. Bukan hanya itu sebebenarnya masih banyak keris-keris yang dibuat pada masa kepemimpinan sultan hameng kubuwono II, seperti lindri, kangjeng kyai.
Hamengku Buwono III ( 1810 – 1814 )
Selanjutnya pada jaman sultan hameng kubuwono III juga ada beberapa keris atau pusaka yang sering dijadikan senjata atau benda yang sakti atau berkeramat. Di jaman sultan hameng kubuwono III salah satu keris atau pusaka yang terkenal adalah Gada wahana, keris ini mempunyai ciri mempunyai dapur gada dipenuhi dengan hiasan-hiasan mahal yaitu hiasan sinarasah emas.
Sejarah keris ini adalah ketika sultan bertemu dengan seorang pendeta yang berasal dari pratiwagung yang kemudian memberikan keris gada wahana ini kepada sultan hameng kubuwono III. Setelah itu sultan menerimanya dan menjadi salah satu pusakan yang mungkin paling tersohor atau terkenal dimasa kepemimpinannya. Dan sampai sekarang masih dapat anda temui dikeraton jogjakarta.
Hameng Kubuwono IV ( 1814 – 1822 )
Pada jaman sultan hameng kubuwono IV banyak sekali empu-empu yang membuat pusaka-pusaka terutama keris atau sering disebut tangguh, walaupun demikian dimasa kepemimpinannya juga masih melesatarikan atau merawat keris-keris atau pusaka yang menjadi peninggalan-peninggalan sultan hameng kubuwono sebelumya, mulai dari hameng kubuwono satu hingga hameng kubuwono IV.
Dan semua keris tersebut selalu tersimpan di kerajaan atau yang kita sebut sebagai keraton yogyakarta. Dan pada masa sultan hameng kubuwono IV pembuatan pusaka-pusaka masih berlanjut dan masih menggukan keaslian ciri khas tangguh kerajaan yogyakarta. Dan hingga saat ini hampir masyarakat jogja ataupun sekitarnya menggangap keris sebagai pusaka yang mempunyai nilai seni yang tinggi.
Hameng Kubuwono V ( 1822 – 1855 )
Di era kepemimpinan sultan hameng kubuwono V juga banyak empu-empu yang memproduksi keris sebagi salah satu pusaka yang bernilai tinggi. Diantaranya ada panji harjamanik, kangjeng kyai.
Dan juga ada panungkup kangjeng kyai.mulai dari panji harjamanik disini memiliki ciri yang sangat unik dimana tangguh ini memiliki dapur pendawa paniwen dimana nama ini tidak ada dalam pakem dapur keris, warangka yang terbuat dari kayu timoho dan mempunyai pendok berbahan emas, keris ini dibuat oleh empu mangkudahana. Selanjutnya untuk keris panungkup kangjeng kyai memiliki ciri khas berdapur sempana dan dengan luk sinarasah. Keris panungkup dibuat oleh empu lurah supa dijaman sultan hameng kubuwono V.
Hameng Kubuwono VI ( 1855 – 1877 )
Pada jaman kepemimpinan sultan hameng kubuwono VI ini banyak juga empu-empu keris yang telah menciptakan atau membuat banyak keris, keris – keris atau tangguh tersebut di buat untuk keluarga kerajaan. Dimana seperti kita ketahui jika keris duah menjadi bagian keluarga warga atau masyarakat jawa khususnya di keraton jogjakarta. Karya seni keris yang dibuta juga ada berbagai macam, mulai dari tampilan seperti luk, gandhik, pamornya pun mempunyai ciri khas sendiri-sendiri.
Walaupun semua janis tangguh di keraton jogjakarta hampir memiliki kesamaan, dan yang pasti keris-keris ini akan diwariskan ke keturan-keturunan ataupun keluarga kerajaan atau keraton sehingga pusaka yang sakral ini dapat dilihat oleh anak cucu mereka walaupun sang pemilik keris atau tangguh dan juga empunya sudah tiada beratus-ratus tahun lalu.
Hameng Kubuwono VII ( 1877 – 1921 )
Hameng kubuwuno VII, juga memiliki keris atau tangguh keris yang memiliki ciri khas namun tidak serta merta berbeda dengan tangguh keris yang menjadi ciri khas tangguh keraton yogyakarta, hampir sumua jenis tangguh di keraton selalu sama mulai dari bilah, luknya pamor hingga kegandhiknya.
Setiap pangeran atau di keraton yogjakarta sering disebut sultan hameng kubuwono dimana jabatan ini adalah jabatan tertinggi di kerajaan tersebut. Keris-keris peninggalan hameng kubuwono 1 sampai ke- 6 masih tersimpan rapi. Dan pada moment- moment tertentu keris-keris ini atau tangguh-tangguh yang ada di keratony ogjakarta selalu dimandikan. Tujuannya agar keris tepat terjaga keasliannya. Dan bukan hanya itu saja keris-keris ini di bersihkan memalui beberapa riual-ritual khusus yang dilakukan dikeraton ataupun dareah-daerah yang menjadi wilayah keraton.
Hameng Kubuwono VIII ( 1921 – 1939 )
Hameng kubuwono VIII menjadi seorang sultan dengan cerita yang sangat panjang, mulai dari saudaranya-saudaranya yang diangkat menjadi putera mahkota namun dengan beberapa alasan mereka dibatalkan seperti dikarenakan sakit, hingga kondosi kesehatan yang tidak memungkinkan.
Pada era hamung kubuwono VII juga masih sama banyak empu-empu keris yang hidup diwilayah atau area kerajaan yang ditugaskan untuk membuat keris, dan setiap keris memiliki makna tersendiri baik secara kehidupan ataupun secara budaya yang ada di keraton yogyakarta. Hal ini menunjukan bahwa keris atau pusaka-pusaka lain yang ada di keraton yogyakarta merupakan simbol kekuatan dan juga simbol untuk melestarikan budaya yang ada di keraton tersebut.
Hameng Kubuwono IX ( 1939 – 1990 )
Hameng Kubuwono IX yang menjadi penerus dari sultan hamengku buwono VIII dan menjadi putera mahkota keraton yogyakarta. Pada era kepemimpinannya banyak sekali cerita-cerita menarik mulai dari peristiwa kemerdekaan indonesia, selain itu juga mulai dari pusaka-pusaka yang dibuat di era kepemimpinannya.
Pusaka-pusaka tersebut lebih banyak didominasi dengan tangguh keris, sehingga pastinya regenerasi para empu-empu dikerajaan tersebut selalu ada. Setiap pusaka yang dibuat selalu mengandung makna selain itu juga banyak keris yang dibuat hanya untuk sebagai hiasan saja namun tidak dijadikan senjata. Keris-kerisnya memiliki macam ciri yang sama persis dengan ciri-ciri tangguh yogyakarta. Karena ini memang sudah menjadi standart dalam pembuatan keris, karena ini akan menjadi icon dari keraton kedepannya.
Hameng Kubuwono X ( 1990 – Sampai Sekarang )
Sri sultan hameng kubuwono X adalah penerus dari hameng kubowono satu hingga sembilan, dan kita masih bisa menyaksikannya dikeraton yogyakarta. Bahkan kita juga bisa bertanya-tanya dengan sultan mengenai keraton misalnya keris-keris atau pusaka yang ada di keraton tersebut.
Pada era sri sultan hameng kubuwono X banyak orang yang baru paham bahwa sistem pemerintahan di provinsi yogyakarta adalah sistem kerajaan yang setara dengan gubernur diprovinsi-provinsi laiinya. Kita juga bisa menyaksikan ritual-ritual tahunan yang diadakan oleh keraton yogyakarta seperti memandikan tangguh-tangguh keris peninggalan kerajaan di era kepemimpinan mulai dari sultan hameng kubuwono satu hingga sembilan. Semua keris tersebut masih tersimpan rapi dan asli.
Sementara itu Mas Ngabehi Wirasoekadga, abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta, dalam bukunya Panangguhing Duwung membagi tangguh keris sebagai berikut:
- Pajajaran
- TubanMadura
- Blambangan
- Majapahit
- Sedayu
- Jenu
- Tiris Dayu
- Setra banyu
- Madiun
- Demak
- Kudus
- Cirebon
- Pajang
- Pajang Mataram
- Ngenta-enta (Yogyakarta)
- Kartasura
- Surakarta
Keris Buda dan tangguh kabudan, meski dikenal masyarakat secara luas, tidak ada dalam buku-buku yang memuat soal tangguh. Mungkin, karena dapur keris yang hanya masuk dalam tangguh Kabudan hanya sedikit, hanya dua, jalak buda dan betok buda.